seketika tangis meledak membumbung asapi atap rumah
setelah, sang bapa dengan gagahnya melontarkan tamparan dahsyat
tidak merasa bersalah
karena anak adalah sebuah darah daging
karena orangtua berhak melukis pipi anak dengan displin
tamparan tertumpah begitu saja
hanya karena merengek untuk ice cream
benarkah hanya sekedar disiplin militer
apakah bukan karena atasannya menggebrak meja karena urusan tak beres
bukan karena tak rela uang rokok diganti secuil ice cream
atau karena letih melangkah akibat seharian membanting tenaga
murid SD berkulit mulus
seketika mengerang menyembunyikan garis merah di kulit putih
setelah, guru berkumis mengayunkan mistar saktinya
tidak merasa bersalah
karena murid adalah tanggung jawab
mengayunkan mistar ke siapa saja, adalah hak maha guru
mistar terayun begitu saja
hanya karena buku prnya tertinggal di rumah
benarkah disiplin belanda itu masih jadi alasan
apakah bukan karena semalam kumis lebatmu disemprot omelan istri
bukan karena gajian masih lama datang
atau karena letih memberi les tambahan semalaman
apapun alasanmu
menghunjam emosi pada pipi dan kulit mulus adalah kekerasan terhadap anak
kekerasan itu adalah kriminal tak beradab
jangankan tamparan,
makian dan teriakkan kotor ke gendang telinga anakpun
adalah luka dalam tak tersembuhkan
bagaimanapun kondisi biologismu saat itu,
meski bara merah melintas di lipatan otak
meski emosi memanasi kulit kepala
jangan sekalipun kau hunjamkan kekerasan pada anak tak berdaya
seringkali emosi berlindung atas nama mendidik disiplin anak
anak terlahir ke dunia untuk disayang tanpa kekerasan
bawaan hidup ini jangan sekalipun didustakan
kekerasan bukanlah hak anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar