Rabu, 28 Oktober 2009

Pengertian Haji


Sengaja datang ke Mekah, mengunjungi Ka'bah dan tempat-tempat lainnya untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Keutamaan Haji

1. Ibadah Haji merupakan salah satu perintah Allah yang harus dikerjakan, bagi yang mampu
2. Ibadah Haji merupakan Jihad fi Sabilillah
3. Ibadah Haji dapat menghapuskan dosa, bagi yang menjalankannya sesuai dengan perintah Allah SWT
4. Haji dan Umroh merupakan kifarat/penebus dosa.Ada dosa yang yang hanya dapat ditebus dengan wukuf di Arafah saat Ibadah Haji
5. Surga adalah balasan bagi Haji yang mabrur
6. Biaya yang dikeluarkan untuk Ibadah Haji merupakan infaq fi sabilillah

Selasa, 27 Oktober 2009

New Year in Mecca

New Year's Eve 2008, exactly dated December 31, 2007 Monday I was in the holy land of Mecca. For the first time I felt was far beyond Indonesia and the atmosphere is not like in Indonesia. Where in Indonesia or other countries every turn of the year will be celebrated very lively.

All television stations will show the race the best and most crowded. Atmosphere into the new year is bustling, luxurious, especially among the young, maybe they have a convoy at night, partying into the night, on purpose to wait for the seconds at 12 at night.

Another with the holy land of Mecca. New Year's Eve passed as usual. I happened to be in front of the Grand Mosque because tomorrow I've had to go to Medina. There was a sense of sadness at having to leave Mecca I love the chance I take that to the 2nd wave Medinanya later.

Arab residents and pilgrims from various countries remain in kekhusyuan go to the Grand Mosque and worship closer to God.

On every Monday night and Thursday night the Arabs shaum used to open Thursday at the mosque Monday. They gathered together to bring the food, breaking with the mosque. In fact they always distribute food at every mosque. How wonderful atmosphere and I missed it.


(From personal experience, and some sources)

Tahun Baru di Mekkah

Malam tahun baru 2008 tepatnya tanggal 31 Desember 2007 hari senin saya berada di tanah suci Makkah. Baru kali ini saya merasakan berada jauh diluar Indonesia dan suasana tidak seperti di Indonesia. Di mana di Indonesia, ataupun negara lain setiap pergantian tahun pasti akan dirayakan sangat meriah.

Semua stasiun televisi akan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik dan teramai. Suasana memasuki tahun baru sangat hiruk pikuk, mewah, apalagi kalangan muda, mungkin mereka sudah mengadakan konvoi malam-malam, berpesta hingga malam, sengaja untuk menunggu detik-detik jam 12 malam tiba.

Lain dengan di tanah suci Makkah. Malam tahun baru dilewati seperti biasa. Kebetulan saya berada di depan Masjidil Haram karena besok saya sudah harus ke Medina. Ada rasa sedih karena harus meninggalkan Mekkah yang kucintai yang kebetulan saya ikut gelombang 2 sehingga ke Medinanya belakangan.

Penduduk Arab dan jemaah haji dari berbagai negara tetap dalam kekhusyuan pergi ke masjidil Haram dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah.

Pada setiap Senin malam dan Kamis malam orang Arab terbiasa untuk buka shaum senin kamis di masjid. Mereka berkumpul bersama dengan membawa makanannya, berbuka bersama di masjid. Bahkan mereka selalu membagikan makanannya pada setiap jamaah masjid. Betapa indahnya suasana itu dan saya merindukan hal itu.


( Dari pengalaman pribadi dan beberapa sumber )


Mengoptimalkan Qiyamul-Lail di Tanah Suci

Dan pada sebagian (sepertiga) malam, shalat tahajjud-lah kamu sebagai ibadah tambahan. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79).

”Hendaklah kalian melaksanakan shalat malam, karena shalat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, ibadah yang mendekatkan diri kepada Tuhan kalian, serta penutup kesalahan dan penghapus dosa.” (HR Tirmidzi)


Ayat Alquran dan hadits di atas menegaskan kepada umat Islam, agar memperbanyak ibadah shalat tahajjud (qiyamullail), sebagai ibadah tambahan. Walaupun shalat tahajjud bukan shalat wajib, keutamaannya sangat besar.

Shalat tahajjud itu makin penuh arti dan pahalanya berlipat ganda bila dilaksanakan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, saat umrah maupun berhaji. ”Barangsiapa yang shalat di Masjidil Haram, ganjarannya sama dengan orang shalat 100 ribu kali di tempat lain. Sedankan orang yang shalat di Masjid Nabawi, ganjarannya sama dengan seribu kali shalat di tempat atau di masjid lain. ” kata Abdul Azis Zainuddin, direktur utama Hiratour, mengutip hadits Rasulullah saw. ”Apalagi melaksanakan shalat tahajjud di dua tempat suci tersebut, insya Allah pahalanya akan berlipat-lipat ganda,” tambah Aziz.

Karena itulah, kata Pimpinan Yayasan Berkah Haramain, Padang, Ustadz Afif Abdulhaady, sebaiknya pembimbing ibadah umrah maupun haji mengajak para jamaahnya agar mengoptimalkan qiyamullail saat berada di Tanah Suci. ”Saat umrah, misalnya, merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk melakukan shalat tahajjud di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Karena itu, sebaiknya setiap malam pembimbing ibadah umrah harus mengajak jamaahnya untuk melakukan qiyamullail berjamaah,” tandas Ustadz Afif Abdulhaady.

Hal senada diungkapkan Pengasuh Pengajian Bani Adam, Boyolali, Ustadz Matyoto Fahruri. ”Kami selalu memanfaatkan waktu sebaik mungkin selama di Tanah Suci untuk mengajak para jamaah melakukan shalat tahajjud berjamaah di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi,” tandas Ustadz Matyoto Fahruri.

Ketua Umum Forum Komunikasi KBIH, Prof Dr H Abdul Majid mengatakan, shalat tahajud adalah shalat sunnat yang hampir tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw. Karena itu, sudah seyogyanya shalat qiyamullail ini dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin. ”Dengan melaksanakan shalat tahajud, diharapkan seorang hamba makin dekat dengan Allah,” jelasnya kepada Republika.

Guru besar bidang Ilmu Pendidikan Islam UPI Bandung ini menambahkan, qiyamullail merupakan channel bagi seorang hamba untuk berkomunikasi langsung dengan Allah, baik meminta, memohon ampunan maupun lainnya. Seperti hadits Nabi, ‘Allah turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Allah lalu berfirman, Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku tentu Aku ampuni.

Demikianlah keadaannya hingga fajar terbit.” (HR Bukhari-Muslim) Majid berharap, qiyamullail tidak hanya dilakukan selama di Tanah Suci. ”Hendaknya seusai menunaikan ibadah haji dan umrah, pelaksanaan qiyamullail terus ditingkatkan. Sehingga terjaga kemabruran haji maupun umrahnya,” ujar Majid.

Seperti diketahui, selama menunaikan ibadah haji dan umrah, jamaah rela antre dan berdesak-desakan untuk melaksanakan shalat tahajjud di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabawi. Bahkan, jamaah rela menunggu waktu yang paling utama untuk melaksanakannya, yaitu saat diijabah-nya segala doa oleh Allah SWT pada sepertiga malam terakhir.

Untuk menjaga intensitas shalat qiyamullail setelah jamaah pulang ke Tanah Air, kata Direktur Utama Munatour, Sugeng Wiryanto, sebaiknya tiap-tiap jamaah selalu berusaha mengingatkan dirinya, baik melalui keluarganya, kerabat, sahabat, relasi maupun sesama alumni jamaah haji/umrah. ”Caranya bisa dengan saling menelepon, berkirim SMS atau cara lainnya untuk sama-sama mengingatkan dalam menjalankan shalat qiyamullail ini,” tandas Sugeng Wiryanto.


Dari beberapa sumber

Pengertian Haji & Keutamaan Haji

Pengertian Haji
Sengaja datang ke Mekah, mengunjungi Ka’bah dan tempat-tempat lainnya untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Keutamaan Haji

  1. Ibadah Haji merupakan salah satu perintah Allah yang harus dikerjakan, bagi yang mampu.
  2. Ibadah Haji merupakan Jihad fi Sabilillah.
  3. Ibadah Haji dapat menghapuskan dosa, bagi yang menjalankannya sesuai dengan perintah Allah SWT.
  4. Haji dan Umroh merupakan kifarat/penebus dosa.Ada dosa yang yang hanya dapat ditebus dengan wukuf di Arafah saat Ibadah Haji.
  5. Surga adalah balasan bagi Haji yang mabrur.
  6. Biaya yang dikeluarkan untuk Ibadah Haji merupakan infaq fi sabilillah.

Sumber : hajiumroh

Umroh dan Haji dengan rezeki yang halal

Umrah/haji merupakan salah satu ibadah utama bagi seorang Muslim. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti shalat dan membaca Alquran, ibadah umrah/haji memerlukan dukungan finansial yang relatif besar, apalagi bagi kaum Muslimin yang negerinya jauh dari Saudi Arabia.

Bicara soal biaya umrah/haji, penting sekali bagi setiap calon jamaah umrah/haji untuk memperhatikan kehalalannya. ”Ibadah umrah/haji, maupun ibadah-ibadah lainnya harus dilakukan dengan rezeki yang halal,” kata Prof Dr KH Didin Hafidhuddin.

Ketua Umum Baznas-Dompet Dhuafa Republika itu menegaskan, rezeki yang halal merupakan salah satu sarana untuk diterimanya ibadah. Ia mengutii sebuah hadits Nabi yang mengatakan, kalau seseorang berangkat umrah/haji dengan rezeki yang halal, lalu mengucapkan talbiyah (labbaikallaaahumma labbaika), maka para malaikat menjawab, ”Kebaikan dan keselamatan bagi Anda. Umrah/haji Anda mabrur dan makbul.” Namun, kalau ia berangkat umrah/haji dengan rezeki yang haram, lalu mengucapkan kalimat talbiyah, maka para malaikat menjawab, ”La labbaika wa laa sa’daika (tidak ada keselamatan dan kebahagiaan bagi Anda). Umrah/haji Anda ditolak.”

Jangankan ibadah umrah/haji. Bahkan berdoa pun tidak akan dikabulkan oleh Allah, kalau kita makan rezeki yang haram. Rasul menggambarkan, ada orang yang sungguh-sungguh sekali berdoa, namun ia makan yang haram, minum yang haram, mengenakan pakaian yang haram, dan dikenyangkan oleh barang-barang yang haram, bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?

Jadi, tegas Kiai Didin, rezeki yang halal sangat penting diperhatikan oleh setiap Muslim, termasuk mereka yang akan menunaikan ibadah umrah/haji. Halal itu berarti cara mendapatkannya maupun prosesnya. ”Cara mendapatkan rezeki tersebut harus halal, kemudian dibersihkan dengan membayar zakat, infak dan sedekah (ZIS), barulah digunakan untuk membayar biaya umrah/haji,” tandas KH Didin Hafidhuddin.

Pimpinan Yayasan Berkah Haramain, Padang, Ustadz Afif Abdulhaady juga mengemukakan pentingnya berumrah/haji dengan rezeki yang halal. ”Umrah/haji itu harus dengan rezeki yang halal,” kata Ustadz Afif Abdulhaady kepada Republika.

Ia mengutip sebuah hadits Nabi yang artinya, ”Allah itu Mahabaik, dan hanya menerima yang baik.” ”Hadits itu jelas menegaskan bahwa umrah/haji itu harus dengan rezeki yang halal. Kalau seseorang melaksanakan umrah/haji dengan rezeki yang haram, maka umrah/hajinya tidak diterima,” tegas Ustadz Afif.

Bukankah jamaah umrah/haji tersebut sampai ke Tanah Suci dan melakukan ritual umrah/haji seperti jamaah umrah/haji lainnya? ”Walaupun ia tiba di Tanah Suci dan melakukan ritual umrah/haji, ibadahnya tidak akan diterima,” tandasnya.

Ustadz Afif mengibaratkan dengan tamu yang datang ke sebuah rumah. Ada tamu yang hanya sampai di halaman, ada yang sampai di teras rumah, ada pula yang sampai di ruang tamu. Ada tamu yang bisa bertemu dengan tuan rumah, dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya, serta dikabulkan oleh tuan rumah. Namun ada pula tamu yang tidak bisa bertemu dengan tuan rumah, meskipun ia sudah sampai di rumah tersebut.

Ada tamu yang merasa sangat nyaman di rumah tersebut, dan merasakan sentuhan spiritual yang luar biasa. Ada pula tamu yang merasakan pengalaman biasa-biasa saja saat berada di rumah tersebut, dan ia tetap merasakan ada jarak dengan tuan rumah. ”Jadi, walaupun orang tersebut sampai di Baitullah, ia tidak akan ‘bertemu’ atau diterima oleh Allah SWT kalau umrah/hajinya menggunakan rezeki yang haram,” papar Ustadz Afif Abdulhaady.

Pengasuh Pengajian Bani Adam, Boyolali, Ustadz Matyoto Fahruri mengatakan orang yang berumrah/haji adalah pergi ke Tanah Suci dan ia mendatangi Yang Mahasuci. ”Karena itu orang yang berumrah/haji harus suci,” kata Ustadz Matyoto Fahruri kepada Republika. Ia menyebutkan, kesucian itu mencakup beberapa hal. Pertama, suci/halal biaya yang dipakai untuk pergi umrah/haji tersebut.

Kedua, suci dari dosa. Sebelum berangkat umrah/haji, bertaubatlah terlebih dahulu. ”Ada orang yang takut umrah/haji karena khawatir di Tanah Suci nanti mendapatkan hukuman dari Allah atas dosa-dosa dan kesalahannya. Sebetulnya hal itu tak perlu dikhawatirkan, asalkan sebelum pergi umrah/haji, ia bertaubat terlebih dahulu kepada Allah SWT,” tegasnya. Apa tanda umrah/haji yang tidak diterima? ”Umrah/hajinya tidak akan berkah, tidak akan membekas dalam kehidupannya. Bahkan, boleh jadi, sepulang umrah/haji, kelakuannya makin menjadi-jadi (tidak baik),” tutur Ustadz Afif Abdulhaady.

Ustadz Matyoto Fahruri mengemukakan umrah/haji dengan rezeki yang haram tidak akan memberi dampak positif bagi orang yang bersangkutan. ”Umrah/hajinya tidak akan membekas dalam dirinya. Ia tidak akan merasakan sentuhan spiritual yang mendalam yang biasanya dirasakan oleh mereka yang umrah/hajinya diterima (mabrur dan makbul),” tandas Ustadz Matyoto Fahruri.

Sumber : Republika