Selasa, 10 Mei 2011

Obat - Obatan Kehilangan Khasiatnya di Ruang Angkasa


Astronot pada misi ruang angkasa tidak mungkin dapat menggunakan parasetamol untuk mengobati sakit kepala atau antibiotik melawan infeksi, menurut sebuah penelitian. Sejumlah ilmuwan telah menunjukkan bahwa oabt-obatan lebih cepat kehilangan potensi dan khasiatnya di ruang angkasa.
Kondisi aneh yang jauh dari bumi—seperti gravitasi lebih lemah dan radiasi lebih tinggi dapat dinyatakan sebagai penyebabnya, menurut penelitian Johnson Space Center, NASA. Di Bumi, obat ini biasanya diramu untuk dapat disimpan selama beberapa tahun dari tanggal pembuatannya.

Namun obat semestinya disimpan dalam kondisi yang tepat untuk mempertahankan efketivitasnya, seperti jauh dari sinar matahari langsung atau simpan pada tempat sejuk dan kering.

Para penulis penelitian ini mengatakan misi ruang angakasa telah meningkatkan kebutuhan astronot akan obat-obatan.

Sehingga mereka menyelidiki apakah lingkungan unik ruang angkasa—seperti radiasi, getaran, gravitasi mikro, lingkungan kaya karbondioksida dan berbagai variasi kelembaban dan suhu—mempengaruhi efektivitas obat-obatan.

Empat kotak obat, yang berisi 35 macam obat berbeda, diterbangkan ke Stasiun Antariksa Internasional.

Sementara itu, empat kotak serupa disimpan dalam kondisi kontrol disimpan di Johnson Space Center.

Beberapa kotak yang telah berada di ruang angkasa dengan berbagai kurun waktu di bawa kembali ke bumi.

Salah satu diantara kotak itu ada yang berada di ruang angkasa hanya 13 hari, sedangkan yang lain hingga berkisar 28 bulan.

Seperti dikutip Daily Mail (18/4), riset ini menyimpulkan bahwa: ‘Sejumlah formulasi yang di uji coba memiliki potensi lebih rendah setelah tersimpan pada ruang angkasa dengan jumlah konsisten lebih tinggi, sehingga tidak mencapai syarat potensi United Stated Pharmacopeia dibandingkan dengan yang berada di bumi.”

“Penurunan potensi dari sampel yang diterbangkan terjadi lebih cepat dari tanggal kedaluwarsa, sehingga kondisi unik pada lingkungan ruang angkasa dapat mempengaruhi stabilitas farmasi.”

Tidak ada komentar: